Saturday 8 August 2015

With Love (1)




BODOH! BODOH!! BODOH!!! Lena menggerutu dalam hatinya. Bagaimana bisa dia sebodoh ini benar-benar bukan seperti dirinya. Biasanya dia selalu mampu mengendalikan emosinya.

“Ah kenapa bisa seperti ini?” rengeknya
Riko pasti akan membencinya, ya bagaimana mungkin laki-laki itu tidak membenci Lena. Lena baru saja mengusik hubungan Riko dan Cindy. Bagimana mungkin dia tidak mampu mengontrol tindakannya kemarin. Padahal dia hanya ingin menemui Riko untuk menyelesaikan masalah mereka. Ah dia memang tidak bisa mengerti dengan perasaannya saat itu, bagaimana mungkin dia bisa mengatakan kata-kata sekasar itu.
Saat itu Lena sedang mempresentasikan konsep iklan yang sudah dia rancang sejak seminggu yang lalu. Yah, Lena memang telah dipercaya oleh bosnya untuk menangani iklan perusahaan asuransi yang tak lain adalah perusahan dimana Riko bekerja. Sejak tau bahwa Riko yang akan menjadi kliennya, Lena memang ingin mundur dari proyek iklan ini. Namun karena desakan dari atasannya dan tidak ingin reputasinya sebagai karyawan teladan dicabut, Lena harus menguatkan hati untuk tidak mundur. Bagaimana mungkin dia bisa tahan satu ruangan dengan Riko tanpa mengingat masa lalu mereka? Dan bagaimana mungkin Lena tidak dongkol ketika mengetahui bahwa Riko sama sekali tidak memperhatikannya selama presentasi. Laki-laki itu malah sibuk dengan handphone yang sejak awal digengamnya. Bahkan saat lena menghentikan presentasinya, Riko sama sekali tidak meliriknya sedikit pun.
     “Maaf Pak Riko, bagaimana konsep yang kami ajukan?” dengan menahan nadanya agar serendah mungkin.
Riko masih tetap diam dan menatap handphonenya. Semua yang ada di ruangan saat itu, tiga orang rekan Lena yaitu Astrid, Farid, dan Mita, serta dua karyawan yang datang bersama Riko, menatap ke arah Riko. Namun bukannya sadar bahwa sedang diperhatikan, Riko malah mendesah dan setengah membanting handphonenya.
     “Maaf Pak Riko apakah anda memperhatikan saya?” Tanya Lena dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya.    “Pak Riko.” Adam, salah satu karyawan Riko menyadarkannya sambil menyikut siku Riko.     “Ah iya bagaimana?” Riko akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap Lena bingung.
Hah bagaimana mungkin dia menatapnya seperti itu. Apakah dia benar-benar tidak mendengar penjelasan panjang lebar dari Lena sejak setengah jam yang lalu? Oh God, dia ingin mencekik laki-laki itu.     
     “Bagaimana konsep yang sudah kami ajukan Pak Riko?” kali ini Mita yang menanyakan, sepertinya dia sudah mulai jengkel.
Riko menundukkan kepalanya lalu menatap Lena kembali, “Maaf Bu Lena, saya akan mempelajari konsepnya nanti. Saya harus pergi sekarang. Adam Fira tolong kalian perhatikan konsepnya dan nanti laporkan kepada saya. Kalo ada yang tidak sesuai dengan konsep yang sudah kita bicarakan sebelumnya, kalian bicarakan saja kepada Bu Lena.” Riko sambil membereskan dokumen yang ada dihadapannya dan bersiap untuk pergi.
    “Maaf Pak Riko tapi saya..” Salah satu karyawan yang Lena kenal sebagai Adam.     “Saya percaya kepada keahlian Bu Lena. Kalau begitu saya permisi.” Potong Riko sambil melenggang keluar meninggalkan ruangan dan Lena yang sedang melongo tidak percaya.
Lena tidak percaya dengan apa yang Riko lakukan. Beraninya dia memperlakukan Lena seperti ini. Tanpa memperdulikan orang-orang yang ada diruangan itu Lena berdiri dan menyusul Riko keluar ruangan. Dengan menahan emosi Lena pun mengerjar.
     “HEH RIKO!” ternyata lebih keras dan kasar dari yang Lena inginkanRiko sedang memegang handphonenya di telinga saat langkahnya berhenti karena panggilan Lena. Dia pun membalikan badannya.  “Ada apa?” dengan muka menahan geram dan tidak melepaskan handphonenya dari telinga.   “Kamu apa-apaan si maen keluar gitu aja. Saya dan tim saya sudah mempersiapkan semuanya sesuai dengan yang kamu minta. Kamu kira saya gak tau dari tadi kamu liatin hp terus dan gak perhatiin presentasi saya. Terus sekarang kamu pergi gitu aja sebelum tim saya selesai jelaisn konsep kami? Apa gak bisa kamu fokus sama satu hal? Kenapa? Ada masalah sama pacar kamu? Selalu ya kamu, gak bisa professional.”
Lena sudah tidak mampu menahan amarahnya. Bagaimana dia tidak kesal karena Riko lebih memilih mencurahkan perhatian pada handphone yang dia tau sedang membalas BBM dari pacarnya dibandingkan memperhatikannya yang sedang membicarakan pekerjaan. Ini sama sekali bukan karena cemburu tetapi karena merasa tidak dihargai. Lena meyakinkan dirinya. Sementara Riko hanya mengerutkan keningnya.
   “Sori Na. Gausah bawa-bawa Cindy, dan ini bukan urusan kamu.” Riko melepaskan handphone dari telinganya.WHAT?? Apa laki-laki dihadapannya ini tidak punya otak? Pikir Lena. Siapa juga si Cindy ini? Pacar Riko yang baru, kenapa juga dia harus tau namanya.   “Aku sama sekali gak maksud mencampuri urusan kamu dan pacar kamu. Tapi masalah kamu sama dia itu udah mengganggu pekerjaan aku. Sadar gak sih? Aku tuh tadi lagi presentasi dan kamu malah sibuk sama cewe itu. Apa gak bisa ditunda apa urusan kamu? Emang dia gak bisa ngerti apa kalo kamu tuh lagi kerja!” bentak Lena. 
Dia sama sekali tidak mengerti kenapa dia bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu, dia sudah tidak ingat bahwa mereka sedang berada di kantornya, yang berarti rekan-rekan kerjanya dapat mendengar celotehannya.   “Oke aku gak ngerti kamu kyak gini karena marah soal kerja atau sedang cemburu. Lena Lena aku tuh kenal kamu.” Rico malah nyengir melihat Lena yang sudah merah padam.   “RIIKOOOO!! Aku sama sekali gak cemburu ya! Kamu mau ngapain juga bukan urusan aku asalkan gak ganggu kerja aku!” bentak Lena sambil semakin mendekati Riko.    “Oke. Kalo emang kamu mau aku gak ganggu pekerjaan kamu. Silakan kamu masuk kembali, karyawan aku mampu menggantikan aku untuk denger konsep kamu kok. Aku akan konfirmasi konsep kamu besok.” Riko baru saja hendak pergi ketika Lena menghadangnya kembali.   “Oke terserah kamu! Tapi sebaiknya kamu langsung terima aja konsep aku supaya urusan kita selesai. Dan jangan pernah hubungin aku lagi!” kini giliran Lena yang akan kembali ke ruang rapatnya. Namun tiba-tiba Riko menahan tangannya.    “Na… jangan gitu dong. Kenapa gak mau jujur aja sih na?” Riko menyeringai   “Apaan si. Lepasin tangan aku.” Lena mencoba menarik tangannya. Namun genggaman Riko malah semakin kuat.   “Aku udah peratiin kamu sejak kita ketemu lagi seminggu yang lalu. Kamu bahkan gak berani natap aku saat aku jelasin konsep yang perusahaan aku mau. Kenapa? Kamu masih nyimpen perasaan ya? Sekarang aja aku yakin kalo kamu lebih marah karena aku sibuk ama Cindy dibanding aku yang gak perhatiin presentasi kamu. Dan.. bukannya lebih baik kalo kita semakin sering ketemu?” Riko menatap lurus ke mata Lena.
Lena hanya terdiam dan terbelalak atas kata-kata Riko. Alhasil Lena hanya mampu membuka dan menutup mulutnya beberapa kali. Oh God sudah sinting kali laki-laki ini. Bahkan Lena saja tidak tau mengapa tiba-tiba dia merasa jantungnya berdebar. Tidak, dia pasti sudah gila kalau yang Riko katakan itu benar.   “Benar kan? Kamu tuh belum moved Len. Liat aja muka kamu jadi merah begitu. Jadi bilang aja kalo kamu gak suka kalo aku lebih mentingin Cindy daripada kamu.” Riko malah semakin nyengir melihat wajah Lena yang semakin merah.   “Terserah kamu bilang apa! Aku cuma gak suka kamu gak konsen sama urusan kantor gara-gara cewe. Apalagi itu menyangkut pekerjaan aku. Jangan mikir macem-macem. Lagi pula aku bukannya belom move on. Kalo mau juga aku bisa dapet pacar yang lebih dari kamu. Tapi karena aku perempuan baik, aku gak mau cari pacar cuma buat jadi pelarian atau selingan doang kyak kamu.” Lena pun segera pergi meninggalkan Riko. Tanpa Ia sadari sekarang muka Riko lah yang merah padam karena perkataan Lena.

--------

No comments:

Post a Comment