BODOH! BODOH!! BODOH!!! Lena menggerutu dalam hatinya. Bagaimana bisa dia sebodoh ini benar-benar bukan seperti dirinya. Biasanya dia selalu mampu mengendalikan emosinya.
“Ah kenapa bisa seperti ini?” rengeknya
Riko pasti akan membencinya, ya
bagaimana mungkin laki-laki itu tidak membenci Lena. Lena baru saja mengusik
hubungan Riko dan Cindy. Bagimana mungkin dia tidak mampu mengontrol
tindakannya kemarin. Padahal dia hanya ingin menemui Riko untuk menyelesaikan
masalah mereka. Ah dia memang tidak bisa mengerti dengan perasaannya saat itu,
bagaimana mungkin dia bisa mengatakan kata-kata sekasar itu.
Saat itu Lena sedang
mempresentasikan konsep iklan yang sudah dia rancang sejak seminggu yang lalu.
Yah, Lena memang telah dipercaya oleh bosnya untuk menangani iklan perusahaan
asuransi yang tak lain adalah perusahan dimana Riko bekerja. Sejak tau bahwa
Riko yang akan menjadi kliennya, Lena memang ingin mundur dari proyek iklan
ini. Namun karena desakan dari atasannya dan tidak ingin reputasinya sebagai
karyawan teladan dicabut, Lena harus menguatkan hati untuk tidak mundur. Bagaimana
mungkin dia bisa tahan satu ruangan dengan Riko tanpa mengingat masa lalu
mereka? Dan bagaimana mungkin Lena tidak dongkol ketika mengetahui bahwa Riko sama
sekali tidak memperhatikannya selama presentasi. Laki-laki itu malah sibuk
dengan handphone yang sejak awal digengamnya. Bahkan saat lena menghentikan
presentasinya, Riko sama sekali tidak meliriknya sedikit pun.
“Maaf Pak Riko, bagaimana konsep
yang kami ajukan?” dengan menahan nadanya agar serendah mungkin.
Riko masih tetap diam dan menatap
handphonenya. Semua yang ada di ruangan saat itu, tiga orang rekan Lena yaitu Astrid,
Farid, dan Mita, serta dua karyawan yang datang bersama Riko, menatap ke arah
Riko. Namun bukannya sadar bahwa sedang diperhatikan, Riko malah mendesah dan
setengah membanting handphonenya.
“Maaf Pak Riko apakah anda
memperhatikan saya?” Tanya Lena dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya. “Pak Riko.” Adam, salah satu
karyawan Riko menyadarkannya sambil menyikut siku Riko. “Ah iya bagaimana?” Riko akhirnya
mengangkat kepalanya dan menatap Lena bingung.
Hah bagaimana mungkin dia
menatapnya seperti itu. Apakah dia benar-benar tidak mendengar penjelasan
panjang lebar dari Lena sejak setengah jam yang lalu? Oh God, dia ingin
mencekik laki-laki itu.
“Bagaimana konsep yang sudah kami
ajukan Pak Riko?” kali ini Mita yang menanyakan, sepertinya dia sudah mulai
jengkel.
Riko menundukkan kepalanya lalu
menatap Lena kembali, “Maaf Bu Lena, saya akan mempelajari konsepnya nanti.
Saya harus pergi sekarang. Adam Fira tolong kalian perhatikan konsepnya dan
nanti laporkan kepada saya. Kalo ada yang tidak sesuai dengan konsep yang sudah
kita bicarakan sebelumnya, kalian bicarakan saja kepada Bu Lena.” Riko sambil
membereskan dokumen yang ada dihadapannya dan bersiap untuk pergi.
“Maaf Pak Riko tapi saya..” Salah
satu karyawan yang Lena kenal sebagai Adam. “Saya percaya kepada keahlian Bu
Lena. Kalau begitu saya permisi.” Potong Riko sambil melenggang keluar
meninggalkan ruangan dan Lena yang sedang melongo tidak percaya.
Lena tidak percaya dengan apa
yang Riko lakukan. Beraninya dia memperlakukan Lena seperti ini. Tanpa
memperdulikan orang-orang yang ada diruangan itu Lena berdiri dan menyusul Riko
keluar ruangan. Dengan menahan emosi Lena pun mengerjar.
“HEH RIKO!” ternyata lebih keras
dan kasar dari yang Lena inginkanRiko sedang memegang handphonenya
di telinga saat langkahnya berhenti karena panggilan Lena. Dia pun membalikan
badannya. “Ada apa?” dengan muka menahan
geram dan tidak melepaskan handphonenya dari telinga. “Kamu apa-apaan si maen keluar
gitu aja. Saya dan tim saya sudah mempersiapkan semuanya sesuai dengan yang
kamu minta. Kamu kira saya gak tau dari tadi kamu liatin hp terus dan gak perhatiin
presentasi saya. Terus sekarang kamu pergi gitu aja sebelum tim saya selesai
jelaisn konsep kami? Apa gak bisa kamu fokus sama satu hal? Kenapa? Ada masalah
sama pacar kamu? Selalu ya kamu, gak bisa professional.”
Lena sudah tidak mampu menahan amarahnya.
Bagaimana dia tidak kesal karena Riko lebih memilih mencurahkan perhatian pada
handphone yang dia tau sedang membalas BBM dari pacarnya dibandingkan
memperhatikannya yang sedang membicarakan pekerjaan. Ini sama sekali bukan
karena cemburu tetapi karena merasa tidak dihargai. Lena meyakinkan dirinya.
Sementara Riko hanya mengerutkan keningnya.
“Sori Na. Gausah bawa-bawa Cindy,
dan ini bukan urusan kamu.” Riko melepaskan handphone dari telinganya.WHAT?? Apa laki-laki dihadapannya
ini tidak punya otak? Pikir Lena. Siapa juga si Cindy ini? Pacar Riko yang
baru, kenapa juga dia harus tau namanya. “Aku sama sekali gak maksud
mencampuri urusan kamu dan pacar kamu. Tapi masalah kamu sama dia itu udah
mengganggu pekerjaan aku. Sadar gak sih? Aku tuh tadi lagi presentasi dan kamu
malah sibuk sama cewe itu. Apa gak bisa ditunda apa urusan kamu? Emang dia gak
bisa ngerti apa kalo kamu tuh lagi kerja!” bentak Lena.
Dia sama sekali tidak
mengerti kenapa dia bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu, dia sudah tidak
ingat bahwa mereka sedang berada di kantornya, yang berarti rekan-rekan
kerjanya dapat mendengar celotehannya. “Oke aku gak ngerti kamu kyak
gini karena marah soal kerja atau sedang cemburu. Lena Lena aku tuh kenal
kamu.” Rico malah nyengir melihat Lena yang sudah merah padam. “RIIKOOOO!! Aku sama sekali gak
cemburu ya! Kamu mau ngapain juga bukan urusan aku asalkan gak ganggu kerja
aku!” bentak Lena sambil semakin mendekati Riko. “Oke. Kalo emang kamu mau aku gak
ganggu pekerjaan kamu. Silakan kamu masuk kembali, karyawan aku mampu
menggantikan aku untuk denger konsep kamu kok. Aku akan konfirmasi konsep kamu
besok.” Riko baru saja hendak pergi ketika Lena menghadangnya kembali. “Oke terserah kamu! Tapi
sebaiknya kamu langsung terima aja konsep aku supaya urusan kita selesai. Dan
jangan pernah hubungin aku lagi!” kini giliran Lena yang akan kembali ke ruang
rapatnya. Namun tiba-tiba Riko menahan tangannya. “Na… jangan gitu dong. Kenapa gak
mau jujur aja sih na?” Riko menyeringai “Apaan si. Lepasin tangan aku.”
Lena mencoba menarik tangannya. Namun genggaman Riko malah semakin kuat. “Aku udah peratiin kamu sejak
kita ketemu lagi seminggu yang lalu. Kamu bahkan gak berani natap aku saat aku
jelasin konsep yang perusahaan aku mau. Kenapa? Kamu masih nyimpen perasaan ya?
Sekarang aja aku yakin kalo kamu lebih marah karena aku sibuk ama Cindy
dibanding aku yang gak perhatiin presentasi kamu. Dan.. bukannya lebih baik
kalo kita semakin sering ketemu?” Riko menatap lurus ke mata Lena.
Lena hanya terdiam dan terbelalak
atas kata-kata Riko. Alhasil Lena hanya mampu membuka dan menutup mulutnya
beberapa kali. Oh God sudah sinting kali laki-laki ini. Bahkan Lena saja tidak
tau mengapa tiba-tiba dia merasa jantungnya berdebar. Tidak, dia pasti sudah
gila kalau yang Riko katakan itu benar. “Benar kan? Kamu tuh belum moved
Len. Liat aja muka kamu jadi merah begitu. Jadi bilang aja kalo kamu gak suka kalo
aku lebih mentingin Cindy daripada kamu.” Riko malah semakin nyengir melihat
wajah Lena yang semakin merah. “Terserah kamu bilang apa! Aku cuma gak suka
kamu gak konsen sama urusan kantor gara-gara cewe. Apalagi itu menyangkut
pekerjaan aku. Jangan mikir macem-macem. Lagi pula aku bukannya belom move on.
Kalo mau juga aku bisa dapet pacar yang lebih dari kamu. Tapi karena aku
perempuan baik, aku gak mau cari pacar cuma buat jadi pelarian atau selingan
doang kyak kamu.” Lena pun segera pergi meninggalkan Riko. Tanpa Ia sadari
sekarang muka Riko lah yang merah padam karena perkataan Lena.
--------
No comments:
Post a Comment