Lena kembali keruang rapat dengan muka dan emosi yang sudah tidak karuan. Riko benar-benar menyebalkan, beraninya dia mengusik kembali perasaan Lena. Bukan Lena namanya kalau tidak mampu kembali fokus ke pekerjaan. Dia mungkin memang sulit mengendalikan emosi, tapi kalau sudah menyangkut pekerjaan maka dia benar-benar menunjukkan profesionalitasnya. Inilah alasan mengapa dia dijadikan sebagai karyawan teladan oleh atasan dan rekan-rekannya.
“Ibu Lena, kami akan segera
konfirmasi mengenai konsep yang telah diberikan.” Kata Adam kepada Lena sambil
memberikan tangannya untuk berjabat tangan.
“Iya, sampai jumpa untuk
pertemuan selanjutnya. Bila nanti ada yang ingin diubah tolong segera konfirmasi
agar kami menyiapkan revisi untuk di presentasikan di pertemuan berikutnya.”
Lena menjabat tangan Adam dan Fira. Sebelum mereka akhirnya keluar dari ruangan
sambil diantar oleh Astrid. Lena pun memberikan instruksi
kepada Astrid, Farid dan Mita mengenai pekerjaan mereka selanjutnya.
“Len tadi ada apaan si?” Mita
duduk di kursi samping Lena yang masih sibuk dengan ketas-kertas konsepnya yang
telah diberi beberapa coretan.
“Apaan?” Lena acuh tak acuh.
“Itu Riko tadi loh. Kan Lo keluar
ngikutin dia, kok lama banget? Terus pas balik muka lo gak karuan bentuknya.”
Mita setengah berbisik karena tak ingin Astrid dan Farid mendengar ucapan
mereka.
“Lo tau kan gimana kelakuan dia
tadi? Gak abis pikir dia lebih mentingin tuh cewe dibanding gua yang lagi
nyerocos ngomongin pekerjaan. Gua berasa gak dihargain. Dan saat gua nyamperin
dia, eh dia malah ngeledek gua.” Jelas Lena setelah astrid dan Farid
meninggalkan mereka berdua dalam ruang rapat.
“Ngeledek gimana?” Mita semakin
penasaran karena yang ditanya hanya diam saja menatapnya.
Suara dering handphone Lena pun
memecah keheningan dan membebaskan Lena dari kewajiban menjawab pertanyaan Mita
yang membuatnya bingung. Walaupun Mita adalah teman baiknya tetap saja Lena
menganggap Mita tidak perlu tau apa yang terjadi antara Lena dan Riko. Lena
masih ingat betul bagaimana reaksi Mita saat Lena menceritakan bahwa Riko yang
menjadi klien mereka adalah Riko teman SMA Lena yang pernah menjadi gebetannya.
Mita memang mengetahui hubungan Lena dan Riko sejak awal mereka menjadi rekan
kerja sekitar 3 tahun yang lalu. Dan tentu saja Mita juga mengetahui hubungan
mereka berakhir dengan tidak baik.
“Len siapa sih ampe bengong
gitu?” Mita menyadarkan Lena yang bahkan belum melihat siapa yang menelponnya.
Ternyata mimpi buruknya lah yang mencoba menghubunginya, Riko. Lena pun
langsung me-reject panggilan itu, dia tidak mau berurusan lagi dengan Riko. Yah
setidaknya untuk hari ini, karena tentu saja dia tetap harus berurusan untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan perushaan Riko. Ponselnya kembali bordering,
panggilan dari Riko. Ah apa maunya orang ini. Lena menggerutu dalam hati dan akhirnya
dia pun menjawab panggilan Riko sebelum Mita menodongnya dengan rentetan
pertanyaan.
“HALO NA! LAMA BANGET SIH
ANGKATNYA? KAMU LAGI NGAPAIN? LAGI DIMANA SEKARANG? KITA PERLU BICARA!” Belum
juga Lena mengucapkan satu kata pun, Riko sudah meneriakinya seakan dia tuli.
“APAAN SIH?” Lena tak mau kalah
dengan nada yang dia harap terdengar kasar.
“Kamu sengaja ya mau ngancurin
hubungan aku sama Cindy? HAH? Aku mau ketemu sekarang. Kamu harus jelasin ke
Cindy kalo KITA GAK ADA APA-APA.”
“HEH! Emang udah jelas. Kita
emang GAK ADA HUBUNGAN APA-APA.” Lena langsung memutuskan panggilan. Yang benar
saja, belum pernah ada yang meneriakinya seperti itu. Apasih maunya anak itu.
“Kenapa lo Len? Siapa sih itu?”
Mita langsung memburunya.
“Orang
gila, salah sambung.” Lena pun bergegas membereskan dokumennya dan meninggalkan
ruangan. Tak lupa Ia mematikan handphonenya takut Riko akan menelponnya lagi.
Apa dia sedang berharap Riko akan menelponnya lagi? TIDAK!!
Anak ini pasti sudah gila.
Beraninya dia mematikan ponselnya. Arrghhh Riko bisa gila bila harus menunggu
lebih lama lagi. Kalau saja dia tau alamat kos Lena sekarang, dia pasti sudah
menemuinya. Entah sudah berapa banyak panggilan tidak terjawab, mailbox dan sms
yang telah dia kirimkan kepada Lena. Riko merasa sudah seperti stalker yang
terus meneror idolanya. Tiba-tiba ponselnya bergetar, ada sms masuk. Betapa
leganya begitu melihat nama Lena.
Ada apa? Jangan menggangguku! Kalau urusan pekerjaan telpon saja ke
kantorku besok pagi.
Lena
Ada apa? Yang benar saja. Aahhh
Riko benar-benar sudah tidak sanggup menahan emosinya. Semoga saja kali ini dia
mengangkat telponku sebelum aku mencekiknya. Gerutunya dalam hati. Riko harus
menunggu sampai nada keempat sebelum akhirnya dia mendengar suara Lena.
“Kenapa nelpon?”
“Kamu gak baca sms aku? Gak buka
mailbox dari aku? HAH?” Riko dengan suara semakin meninggi, namun dia harap
tidak terdengar kasar.
“Belum ada sms atau mailbox yang
aku buka. Ada apa?”
“Arrgghh terserah. Seperti yang
aku bilang aku mau kamu jelasin kalo kita gak ada hubungan apapun di depan
Cindy. Besok kita ketemuan. Pokoknya kamu harus jelasin ke Cindy. Ngerti?” Riko
dapat mendengar bahwa Lena sedang menghembuskan napas dengan keras, Ia yakin
pasti saat ini wajahnya sudah merah padam, matanya melotot dan mulutnya
setengah terbuka. Dia tidak percaya masih dapat mengenal kebiasaan Lena sampai
hal sekecil ini. Mau tidak mau, Ia malah tersenyum membayangkan wajah Lena
disana.
“Aku gak ngerti ya maksud kamu
apa. Tapi aku gamau ketemuan ama kamu ama Cindy dengan alasan apapun. APAPUN!”
“Kamu gak boleh lari dari
tanggung jawab! Aku sama Cindy tadi lagi berantem, dan saat aku mau nelpon dia
tadi siang kamu malah nyamperin aku dan ngomong macem-macem dan Cindy denger
semuanya. Dia curiga aku ada apa-apa sama kamu dan dia marah denger kata-kata
kamu. Pokoknya kamu harus jelasin SEMUANYA ke dia. Besok jam 1 kita ketemuan di
café Delima deket kantor kamu. Kalo kamu gak datang aku bakal bilang ke bos
kamu kalo kamu gak competen! Dan aku cancel kontrak kita karena kecewa dengan
kinerja tim kamu! BESOK JAM ! CAFÉ DELIMA!” Dan sambungan pun terputus.
Entah
bagaimana sekarang reaksi Lena, karena bahkan setelah sepuluh menit cewe itu
tidak juga menghubungi Lena balik. Apa dia pikir ancaman Riko hanya main-main?
Kepalanya pun semakin sakit memikirkan Cindy yang telah membuatnya senewen
seharian ini. Dia sebenarnya memang salah karena begitu fokus bertengkar dengan
Cindy tanpa memperdulikan Lena yang
sedang presentasi. Tetapi walaupun matanya terpaku pada handphone, dia masih bisa
mendengarkan suara Lena sepanjang presentasi. Dia hanya perlu menemui Cindy,
bukan tidak professional.
Saat dia
meninggalkan ruang rapat dia langsung segera menelpon Cindy untuk meminta
mereka bertemu sebelum pekerjaannya seharian ini akan terbengkalai jika masalah
mereka belum selesai. Tapi sebelum panggilanya tersambung, tiba-tiba saja Lena
sudah mendatanginya dan berbicara panjang lebar. Riko sendiri sampai lupa bahwa
dia sedang mencoba menelpon Cindy, bahkan Ia juga melupakan masalahnya dengan
Cindy. Yang dia tau, Lena terlihat tidak suka saat menyebutkan nama Cindy dan
entah mengapa Riko sedikit berharap Lena merasa cemburu. Yah hanya sedikit, dia
meyakinkan dirinya. Ternyata selama pembicaraan dengan Lena, Riko sama sekali tidak
sadar bahwa panggilannya tersambung dengan Cindy sehingga Cindy bisa mendengar
semua percakapan mereka. Entah apa yang Cindy pikirkan karena setelah
mengucapkan kata PUTUS melalui BBM, Riko sudah tidak bisa menghubunginya. Riko
berharap bahwa Cindy akan datang besok siang dan masalahnya cepat selesai, atau
dia mungkin akan kehilangan pekerjaannya karena tidak bisa konsentrasi.
“Ternyata
Lena belum berubah. Aah Lena… Lena.”
No comments:
Post a Comment