Saturday 8 August 2015

With Love (2)



Lena kembali keruang rapat dengan muka dan emosi yang sudah tidak karuan. Riko benar-benar menyebalkan, beraninya dia mengusik kembali perasaan Lena. Bukan Lena namanya kalau tidak mampu kembali fokus ke pekerjaan. Dia mungkin memang sulit mengendalikan emosi, tapi kalau sudah menyangkut pekerjaan maka dia benar-benar menunjukkan profesionalitasnya. Inilah alasan mengapa dia dijadikan sebagai karyawan teladan oleh atasan dan rekan-rekannya.

   “Ibu Lena, kami akan segera konfirmasi mengenai konsep yang telah diberikan.” Kata Adam kepada Lena sambil memberikan tangannya untuk berjabat tangan.
    “Iya, sampai jumpa untuk pertemuan selanjutnya. Bila nanti ada yang ingin diubah tolong segera konfirmasi agar kami menyiapkan revisi untuk di presentasikan di pertemuan berikutnya.” 

Lena menjabat tangan Adam dan Fira. Sebelum mereka akhirnya keluar dari ruangan sambil diantar oleh Astrid. Lena pun memberikan instruksi kepada Astrid, Farid dan Mita mengenai pekerjaan mereka selanjutnya.

    “Len tadi ada apaan si?” Mita duduk di kursi samping Lena yang masih sibuk dengan ketas-kertas konsepnya yang telah diberi beberapa coretan.
    “Apaan?” Lena acuh tak acuh.
   “Itu Riko tadi loh. Kan Lo keluar ngikutin dia, kok lama banget? Terus pas balik muka lo gak karuan bentuknya.” Mita setengah berbisik karena tak ingin Astrid dan Farid mendengar ucapan mereka.
   “Lo tau kan gimana kelakuan dia tadi? Gak abis pikir dia lebih mentingin tuh cewe dibanding gua yang lagi nyerocos ngomongin pekerjaan. Gua berasa gak dihargain. Dan saat gua nyamperin dia, eh dia malah ngeledek gua.” Jelas Lena setelah astrid dan Farid meninggalkan mereka berdua dalam ruang rapat.
   “Ngeledek gimana?” Mita semakin penasaran karena yang ditanya hanya diam saja menatapnya.

Suara dering handphone Lena pun memecah keheningan dan membebaskan Lena dari kewajiban menjawab pertanyaan Mita yang membuatnya bingung. Walaupun Mita adalah teman baiknya tetap saja Lena menganggap Mita tidak perlu tau apa yang terjadi antara Lena dan Riko. Lena masih ingat betul bagaimana reaksi Mita saat Lena menceritakan bahwa Riko yang menjadi klien mereka adalah Riko teman SMA Lena yang pernah menjadi gebetannya. Mita memang mengetahui hubungan Lena dan Riko sejak awal mereka menjadi rekan kerja sekitar 3 tahun yang lalu. Dan tentu saja Mita juga mengetahui hubungan mereka berakhir dengan tidak baik.

  “Len siapa sih ampe bengong gitu?” Mita menyadarkan Lena yang bahkan belum melihat siapa yang menelponnya.

Ternyata mimpi buruknya lah yang mencoba menghubunginya, Riko. Lena pun langsung me-reject panggilan itu, dia tidak mau berurusan lagi dengan Riko. Yah setidaknya untuk hari ini, karena tentu saja dia tetap harus berurusan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan perushaan Riko. Ponselnya kembali bordering, panggilan dari Riko. Ah apa maunya orang ini. Lena menggerutu dalam hati dan akhirnya dia pun menjawab panggilan Riko sebelum Mita menodongnya dengan rentetan pertanyaan.

  “HALO NA! LAMA BANGET SIH ANGKATNYA? KAMU LAGI NGAPAIN? LAGI DIMANA SEKARANG? KITA PERLU BICARA!” Belum juga Lena mengucapkan satu kata pun, Riko sudah meneriakinya seakan dia tuli.
  “APAAN SIH?” Lena tak mau kalah dengan nada yang dia harap terdengar kasar.
   “Kamu sengaja ya mau ngancurin hubungan aku sama Cindy? HAH? Aku mau ketemu sekarang. Kamu harus jelasin ke Cindy kalo KITA GAK ADA APA-APA.”
  “HEH! Emang udah jelas. Kita emang GAK ADA HUBUNGAN APA-APA.” Lena langsung memutuskan panggilan. Yang benar saja, belum pernah ada yang meneriakinya seperti itu. Apasih maunya anak itu.
  “Kenapa lo Len? Siapa sih itu?” Mita langsung memburunya.
  “Orang gila, salah sambung.” Lena pun bergegas membereskan dokumennya dan meninggalkan ruangan. Tak lupa Ia mematikan handphonenya takut Riko akan menelponnya lagi. Apa dia sedang berharap Riko akan menelponnya lagi? TIDAK!!


Anak ini pasti sudah gila. Beraninya dia mematikan ponselnya. Arrghhh Riko bisa gila bila harus menunggu lebih lama lagi. Kalau saja dia tau alamat kos Lena sekarang, dia pasti sudah menemuinya. Entah sudah berapa banyak panggilan tidak terjawab, mailbox dan sms yang telah dia kirimkan kepada Lena. Riko merasa sudah seperti stalker yang terus meneror idolanya. Tiba-tiba ponselnya bergetar, ada sms masuk. Betapa leganya begitu melihat nama Lena.

Ada apa? Jangan menggangguku! Kalau urusan pekerjaan telpon saja ke kantorku besok pagi.

Lena

Ada apa? Yang benar saja. Aahhh Riko benar-benar sudah tidak sanggup menahan emosinya. Semoga saja kali ini dia mengangkat telponku sebelum aku mencekiknya. Gerutunya dalam hati. Riko harus menunggu sampai nada keempat sebelum akhirnya dia mendengar suara Lena.
   
   “Kenapa nelpon?”
  “Kamu gak baca sms aku? Gak buka mailbox dari aku? HAH?” Riko dengan suara semakin meninggi, namun dia harap tidak terdengar  kasar.
   “Belum ada sms atau mailbox yang aku buka. Ada apa?”
  “Arrgghh terserah. Seperti yang aku bilang aku mau kamu jelasin kalo kita gak ada hubungan apapun di depan Cindy. Besok kita ketemuan. Pokoknya kamu harus jelasin ke Cindy. Ngerti?” Riko dapat mendengar bahwa Lena sedang menghembuskan napas dengan keras, Ia yakin pasti saat ini wajahnya sudah merah padam, matanya melotot dan mulutnya setengah terbuka. Dia tidak percaya masih dapat mengenal kebiasaan Lena sampai hal sekecil ini. Mau tidak mau, Ia malah tersenyum membayangkan wajah Lena disana.
  “Aku gak ngerti ya maksud kamu apa. Tapi aku gamau ketemuan ama kamu ama Cindy dengan alasan apapun. APAPUN!”
  “Kamu gak boleh lari dari tanggung jawab! Aku sama Cindy tadi lagi berantem, dan saat aku mau nelpon dia tadi siang kamu malah nyamperin aku dan ngomong macem-macem dan Cindy denger semuanya. Dia curiga aku ada apa-apa sama kamu dan dia marah denger kata-kata kamu. Pokoknya kamu harus jelasin SEMUANYA ke dia. Besok jam 1 kita ketemuan di café Delima deket kantor kamu. Kalo kamu gak datang aku bakal bilang ke bos kamu kalo kamu gak competen! Dan aku cancel kontrak kita karena kecewa dengan kinerja tim kamu! BESOK JAM ! CAFÉ DELIMA!” Dan sambungan pun terputus.


Entah bagaimana sekarang reaksi Lena, karena bahkan setelah sepuluh menit cewe itu tidak juga menghubungi Lena balik. Apa dia pikir ancaman Riko hanya main-main? Kepalanya pun semakin sakit memikirkan Cindy yang telah membuatnya senewen seharian ini. Dia sebenarnya memang salah karena begitu fokus bertengkar dengan Cindy  tanpa memperdulikan Lena yang sedang presentasi. Tetapi walaupun matanya terpaku pada handphone, dia masih bisa mendengarkan suara Lena sepanjang presentasi. Dia hanya perlu menemui Cindy, bukan tidak professional.

Saat dia meninggalkan ruang rapat dia langsung segera menelpon Cindy untuk meminta mereka bertemu sebelum pekerjaannya seharian ini akan terbengkalai jika masalah mereka belum selesai. Tapi sebelum panggilanya tersambung, tiba-tiba saja Lena sudah mendatanginya dan berbicara panjang lebar. Riko sendiri sampai lupa bahwa dia sedang mencoba menelpon Cindy, bahkan Ia juga melupakan masalahnya dengan Cindy. Yang dia tau, Lena terlihat tidak suka saat menyebutkan nama Cindy dan entah mengapa Riko sedikit berharap Lena merasa cemburu. Yah hanya sedikit, dia meyakinkan dirinya. Ternyata selama pembicaraan dengan Lena, Riko sama sekali tidak sadar bahwa panggilannya tersambung dengan Cindy sehingga Cindy bisa mendengar semua percakapan mereka. Entah apa yang Cindy pikirkan karena setelah mengucapkan kata PUTUS melalui BBM, Riko sudah tidak bisa menghubunginya. Riko berharap bahwa Cindy akan datang besok siang dan masalahnya cepat selesai, atau dia mungkin akan kehilangan pekerjaannya karena tidak bisa konsentrasi.
  “Ternyata Lena belum berubah. Aah Lena… Lena.”


No comments:

Post a Comment