Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 dan Lena sama sekali tidak tertarik untuk pergi ke Café yang Riko minta. Dia sama sekali tidak peduli dengan hubungan Riko dan Cindy, sama sekali tidak mau peduli. Dia saja masih tidak mengerti mengapa dia jadi dilibatkan dalam persoalan mereka. Masa bodo akan seperti apa mereka, itu sama sekali bukan urusan dia. Riko sudah cukup dewasa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa melibatkan dirinya sama sekali. Lena juga sama sekali tidak percaya dengan ancaman Riko, ancaman yang konyol menurutnya. Memangnya salah dia kalau Cindy mendengar semua perkataan mereka? Riko saja yang ceroboh, kan bisa saja tadi dia memutuskan panggilannya atau menahan Lena untuk tidak bicara macam-macam. Toh Riko yang duluan memulai perdebatan mereka. Arrgghh dia bisa gila kalau harus dikaitkan dalam hubungan percintaan Riko lagi. Sebelum Cindy pun Lena sudah pernah dikait-kaitkan dalam masalah Riko dengan mantan-mantannya. Dia sendiri tidak mengerti padahal hubungannya dan Riko sudah berakhir sejak lama dan mereka pun sudah tidak ada kedekatan yang spesial. Bertemu dengan Riko saja sudah menjadi masalah untuk Lena.
“Lena kenapa kamu masih disini?”
suara Pak Anton, atasannya, mengagetkan Lena.
“Memang saya harus kemana Pak?
Hari ini kita gak ada meeting kan?” Lena sambil melihat agenda kecil diatas
mejanya, memang tidak ada jadwal penting apapun hari ini.
“Loh bukannya Pak Riko meminta
kamu untuk meeting?”
“Maksud Bapak Pak Rico Mahendra?”
Lena meyakinkan karena dia yakin betul tidak ada jadwal meeting hari ini.
“Yah iya Rico Mahendra dari
perusahaan Good LIfe. Memangnya ada berapa banyak klien kamu sekarang ini yang
namanya Rico?” Sementara Lena hanya tersenyum kikuk.
“Saya dapat laporan bahwa
kemarin Pak Riko ada urusan lain, jadi dia harus pergi sebelum rapat selesai.
Nah makanya dia minta ketemu kamu sekarang. Kamu lupa atau gimana?”
Loh loh apa-apaan ini? Dia sama
sekali tidak tau kalau Riko bikin janji mengenai pekerjaan dengannya, kecuali…
ah benar, dasar licik!
“Tunggu apa lagi? Kamu udah telat
3 menit loh ini.” Ya ampun Pak Anton ini mudah sekali dikibuli oleh buaya jelek
itu. Aahhh awas saja kau Riko.
“Kalau
gitu saya permisi, Pak” Lena pun segera mengambil tasnya dan pergi ke café yang
Riko katakan kemarin.
Tiga puluh menit kemudian Lena
sudah tiba dan langsung dapat menemukan Riko. Seperti biasanya laki-laki itu duduk di
bangku yang mengarah ke Jendela besar dan kini sedang tersenyum ke arahnya. Senyum
yang membuat Lena jengkel. Bagaimana mungkin kemarin dia marah-marah dengan
nada tinggi dan sekarang dia tersenyum seolah Lena harus ikut tersenyum
dengannya. Lena pun menghampiri Riko dan duduk di kursi depan Riko.
“Akhirnya kamu dateng juga. Aku
kira kamu gak mau datang, yah walaupun telat gapapa lah. Aku udah pesen minum, kamu mau apa?”
“Heh gausah sok baik! Aku datang karena Pak
Anton. Jadi gimana konsep yang kemarin udah aku kasih?”
“Eh eh aku undang kamu kesini
bukan ngomongin kerjaan loh. Aku sengaja bilang ke Pak Anton biar kamu bisa
keluar kantor nemuin aku. Jadi harusnya kamu berterima kasih karena jadi bisa bolos tanpa perlu repot-repot izin.”
“Ya ampun apaan si. Aku juga
punya kerjaan lain di kantor.” Lena baru saja hendak pergi ketika tangan Riko
menahannya.
“Please Na. Sekali ini aja. Masa
gamau bantu sih. Sebentar doang kok.” Riko setengah merengek. Senjata yang biasa dia lakukan dulu. DULU!
“RIKO!!!” Lena dan Riko sontak
menoleh ke arah datangnya suara tersebut. Dan ternyata tidak jauh dari mereka
sedang berdiri wanita blasteran yang sedang menatap mereka dengan entahlah pokoknya
Lena tidak suka melihatnya. “Pasti dia
Cindy”. Bahkan dengan wajah penuh emosi seperti itu, Cindy tetap terlihat
cantik dan menarik.
“Kamu minta aku kesini buat liat
ini?” Cindy menunjuk tangan Riko yang sedang menggenggam tangan Lena. Riko pun
langsung melepas tangannya dan berdiri menghampiri Cindy.
“Kamu jangan salah paham. Aku
sengaja minta Lena datang kesini buat jelasin semuanya.”
Lena hanya terdiam melihat drama
yang terjadi di café itu. Riko yang membujuk Cindy dengan berbagai kata pun akhirnya
mampu membuat Cindy mau duduk di bangku antara Riko dan Lena.
“Aku sama Lena cuma rekan kerja
aja. Kamu inget kan waktu aku bilang aku diminta atasan aku untuk menangani
bagian iklan perusahaan aku? Nah Lena ini adalah karyawan di agency iklan yang
bekerja sama dengan perusahaan tempat aku kerja, dia yang nanganin iklan untuk
perusahaan aku. Jadi aku sama Lena sekarang kerja bareng, cuma sampai proyek
ini selesai kok. Kamu jangan salah paham.” Riko menjelaskan sambil memegang
tangan Cindy. Mereka berdua saling bertatapan. Dan Lena hanya mampu melongo
melihat mereka berdua.
“Iya Cin kamu gausah salah paham,
aku sama sekali…” Belum juga selesai menjelaskan Cindy sudah mengangkat
tangannya kedepan muka Lena.
“Aku gak tertarik denger
penjelasan kamu. Aku gak akan percaya apa kata kamu karena kamu tuh masih
ngarep balikan sama Riko. Aku bisa liat dari cara kamu liatin Riko. Inget ya
kamu..”
“Stop. Aduuhhh jangan ngomong
sembarangan deh. Gua cuma rekan kerja sama Riko sampai proyek ini selesai.
Secepatnya gue gak bakal ketemu sama cowo lo lagi! Siapa juga yang mau deket-deket cowo playboy sok kegantengan kayak dia.” kini giliran Lena yang
memotong omongan Cindy.
“Ssttt… jangan gitu dong say, aku kan minta Lena kesini buat jelasin ke kamu supaya kamu percaya.” Riko memegang kedua tangan Cindy.
Lena hanya bisa melongo ke arah mereka. Sedangkan yang diperhatikan hanya sibuk bertatapan. Akhirnya Lena pun hanya duduk diam memperhatikan Riko yang menjelaskan ke Cindy. Kenapa juga dia harus datang ke café ini kalau penjelasannya sama sekali tidak dibutuhkan. Apa-apaan ini bahkan dia tidak dipesankan makanan atau minuman. Lena pun
berpikir harus segera meninggalkan dua pasangan ini sebelum Ia muntah di depan mereka. kemesraan mereka membuat perut Lena mual, Ia tidak tahan melihat senyuman dan gombalan Riko kepada Cindy. Bukan karena Ia cemburu tapi karena.. entahlah pokoknya bukan cemburu.
“Ini salinan yang kemarin aku
presentasiin, aku juga udah masukin beberapa revisi. Aku harus kembali ke
kantor.” Lena menyerahkan map yang sedari tadi dipegangnya dan bersiap untuk
pergi.
“Eh tunggu, gue gak suka lo
ngomong pake aku kamu sama Riko.” Cindy menatap Lena seperti singa yang menjaga
anak-anaknya. Entahlah Lena pun tak pernah melihat singa yang secantik Cindy.
“Oke sorry. Saya permisi.” Lena
langsung pergi tak menghiraukan mereka sama sekali.
----------------------------------------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment